Selasa, 30 Oktober 2012

Dewaku




tatkala semua sisi  Jonggring Saloka
meggemparkan dengan tautan warna hari,
senandung lirih menyertai dalam rajutan  Negeri Kahyangan
angin angin yang jeli menyeruak dari  Sekar Kedaton
dalam taman, semua tak berkata dusta
aku terpojok dalam sudut hati
hingga aku melepas ikatan dalam benak  syak wasangka
tak kusadari aku terbaring
di tengah kelambu langit penuh benang kasih
hingga aku sepeti  sang penghuni Indraphrasta

luluh lantak yang terberai dalam cakrawala semu
aku punguti kembali,
aku semaikan dalam kelopak Edelweis,  namun tak kunjung mengering
menjulang dalam tatapan langit
sempat aku baca guratan yang berlalu
aku benamkan dalam lazuardi di balik dada

satu hari melaju…..
bermetamorfosis dalam peredaran bulan dan matahari
sehingga tak terasa satu dua bukit terlampaui
satu dua pulau, telah  akrab dengan pelanginya sendiri
akupun terjebak dalam canda terpingit hari
apalagi bila kembang warna warni turut berprosa
dalam bait yang runtut, namun hening dalam damai

satu hari terkapar
wajah hari lainnya mensemilirkan angin musim
satu hari meradang nanar dalam sorot mata binal
hari lainya menyodorkan Puncak Mahameru
dalam adonan Asmarandhana
hingga aku terpelanting dalam kicau pipit
kutilang, nuri dan burung penjaga pagi
kita di sebersit warna pelangi yang meluruh
karena putaran roda pedati yang rakus tak henti
aku mengusap peluh, engkau mengatur nafas
kita masih tetap dalam waktu

Selamat Tinggal Rindu



Aku berikan , sketsa tentang hari...
jangan kau menebar duri tajam menyayat kanvas
dari kain biru...aku wanita yang yang menyemai kasih
di semua sisi kebun bunga kau mampu
menebar senyum tawa, aku bergincu bibir rona meron
sehingga menggeliat nadi darahku

namun kau menyelinap
dalam kerumunan eksotisnya nafas ego
kau pria bermanis tutur dan kata...gula cinta menggigit
tiap kau bersemayam di kelopak bunga
namun janganlah kau kuatir
aku masih mampu terbang menembus cita
memberi warna cakrawalaku sendiri
hingga kau terkungkung pada tebing yang
kau susun sendiri..mengikatmu dalam dalam
dengan nafas yang memburu

esoku kan datang..
dengan seribu merpati mengantarkan bilah cinta
berwarna eksotis, dalam adonan Kamajaya
selamat tinggal...

JAKARTA, 12 Pebruari 2011



Senin, 29 Oktober 2012

Kereta Rindu



Kereta biru kini menebas dinginya kabut
menyingkapkan semua ikatan rindu, di ujung
sebuah perjalanan menuju batas pagi
sementara roda roda besi terus menelantarkan
jendela kaca yang lusuh terus menerbangkan angin fajar,
aku menggelepar di tengah kerumunan pekik
manusia manusia merajut hidup
dalam selembar janji kuci mahkota di langit

aku terdiam…..
pohon dan nyanyian bisu alam berkejaran
meniti semua tepian hati yang melekang dalam rindu
gerbong tua terus berderit dalam ketidaktahuan
mencari batas yang tak kunjung usai

aku  terus mengayuh
agar satu dua guratan pagi senja, memilihku…
lepasnya apa yang menyudutkan benak otaku,
atau yang melepuhkan kedua lenganku
aku lepas kandas dalam batas
aku kembali terdiam

kereta terus melaju dalam biru yang sepi

(Jakarta, 4 Maret 2012)


H i d u p



aku tidak mengerti, akupun  heran
mengapa aku tidak terbang saja,
hinggap di sekumpulan musim
tidak ada kemarau ataupun hujan
petir hanya kembang api
penghias dinding rumahku
debu kemarau hanya gincu bibirku…

aku menghempas langkah
membentur batu  bermata dingin
diam membisu di perut  tebing
aku terkungkung, berteriak nyaring
tak satu tautan angin mengantarku
bila telah lelap angin pancaroba

aku turut merebah,
bersama ilalang, saat angin senja
mengoyaknya dengan taringnya yang tajam
aku mengerling mata pada batas nyata
antara memacu derap dan mengatur nafas
binalnya jarum waktu membinasakakanku

lidahku kelu, membaca guratan hidup
benang benang putih telah jauh dariku
saat telah dekat, aku terkapar dalam
bunga warna warni……
aku tak sanggup membaca buku cerita langit,
entah hingga kapan
aku dalam sudut hati


malam
dendang yang kudengar dari suara alam
di tepian telaga biru, siul angin
dijebak rumpun bambu
malampun dalam birama
sendu dan rindu
aku terdiam di tengahnya


saat kau datang
kau datang membawa hari
dalam buritan perahu
menjerat ombak yang kian lantang
aku bersatu dengan angin laut
hingga kutemukan pantaiku
kusemai bakung dan beluntas
agar kau sejenak
mengatur hari

mataharuku
tak sanggup lagi aku dalam deru nafas
hingga memilih sendiri cerita indah
jangan pernah mengusamkan sajak dan puisi
hingga kau temukan bait
tentang negeri indah bercakrawala rindu

Jakarta, 20 Mei 2012

D u s t a



jangan kau terburu, melempar dusta
menimang perguliran hari
lantas kau suguhkan, sayatan demi sayatan
hingga tak lagi, aku sempat menilik jantung hati
yang seharusnya berada di kubangan air bunga.
bila aku raih yang nampak dalam guratan tanganku
namun kau hanya mencanda tiupan angin
dari sisi bukit yang menjulang anggun
sementara hariku kau tepis ke tengah fatamorgana
dengan kemilau warna pelangi
yang kusam...lantas sepi
akupun tak tahu

dalam hitungan hari dan deru waktu
kau ayunkan langkah kaki
hingga ke puncak bukit pesona
dengan gaun Sinderella...kau senyum ramah
meluruhkan semua daun palma
menerbangkan sulaman kain kelambu
yang aku bentangkan memenuhi semua liuk tubuhmu

akupun memunguti langkah surut
di batas senja dengan seribu tangan malaikat
yang menghipnotisku, dalam hari hari biru
masih mampu aku ikat benang benang merah jingga
sampai ke semua penjuru langit
hingga Sang Supraba aku teriaki
meski parau suaraku, namun seribu derai tawa
puncak bukit sepanjang negeri sorga
menelikungku.aku terhenyak

wajah hari semakin aku kenal...nyanyian kutilang
tak memekakan telingaku
kerutan dahi yang memerah....telah bertumbuh
sesubur bunga di taman halaman gubugku
biar saja kau pincingkan kedua matamu
tak lagi menyelingkuhi hari hari dalam memburu
(Jakarta, 5 Pebruari 2012).