Kala kota ini
menjadi memerah lesung pipinya
kuulangi lagi dengan
sebuah ketidak mengertian
mungkin hari berikutnya
kau tautkan pita jinga di rambutmu
masih saja, atmosfer
kotamu melempar wajahnya
akupun hanya hinggap
, hanya pada yang mampu aku gapai
aku mulai menguliti hari
hari di kotamu
bersaku ilalang yang
tertusuk “merah padam “ kota ini
jangan kau tautkan
, bila kau menyelipkan prosa galau
kita hanya lengan
kecil........
tak mampu menjinjing
mentari dan meminang rembulan
aku melangkah.....
kita satu arah..
kau mengusung senyum...
bila senja datang di
kotamu
(Jakarta, 22
Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar