Senin, 26 November 2012
Rabu, 21 November 2012
I n g k a r
kumbang Jalang
aku bagai kumbang jalang
tak mengenal janji
atau lagu rindu,
aku melupakan hari
warna sayap kupu-kupu
biru beruntai merah
dalam seduhan
menyudutkanku
aku mengepakan sayap
menerjangkan detak jantung
mencari kebun bunga
agar daraku mendidih
melentingkan kedua kakiku
menggapai kelopak
bersari bibir gincu
kuulurkan benang
agar engkau
mampu berteriak lantang
mengggurkan daun akasia
menerbangkan debu
pada tepi pelangi
bersusun gairah hatimu
enyahlah kau
nyanyian getir mengubur makna
karena aku yang member arti
tentang rajutan hidup
dalam kidung asmara
bersama kau di pualam malam
(Semarang, 13 Maret 2012)
ingkar
aku dalam penat
memilih jalanku
kau masih menuai angan
aku hanya tergolek lesu
sudahkah kau warnai
atau kau benahi
saat kau gambar langit
bermanikam getir
(Semarang, 13 Maret 2012)
Kumpulan Puisi Tentang Teriakanku
Surat Untuk Bhatari
Supraba
Aku menggelepar dalam rindu
Ingin menggulung rambut sutramu, yang kau urai di
pinggang
Maafkan aku….yang jauh dengan Raden Arjuna bedanya
Arjuna tinggal di Bungalow tepi telaga…berair biru
membentang
Dengan mobil mewah berkaca anti goresan
Yang tak mungkin dijamah Ilalang miskin
Nampak sama dengan Istanamu di “Awang Awang
Kumitir”
Di bilangan “Indraloka”, yang tak terjamah banjir rob, apalagi tsunami
Dari cahaya yang berurai tujuh kaulah yang dapat
mewakili
Sebuah senyum,
Lantas aku bentangkan layar perahu
Agar mampu bersanding dengan “Bathara
Indra”,
Meski dengan tangan mengencang aku tepiskan “Asura”
Yang hendak mengotori peraduanmu…
Ataukah Pasopati
milik Arjuna yang menepisnya.....
Entahlah mungkin juga hanya aku yang melukiskan
Kala wajahmu bertengger pada pandang tak terbatas.
Kau duduk dengan menghibur “Gegermayang dan Lenglengmulat”
Dengan seloroh yang memikat semua dewa.
Aku hanya Ilalang..yang mengerti akan ketamakan “Niwatakawaca”
Aku hanya sebatas menyusuri lekuk wajahmu
Dari situs internet…,,
Hingga tumbuhlah “Kembang
Anggrek Bulan” di tepi
halaman jantungku
Saat kau kunci pintu langit
Dengan titian selembar rambut kuning keemasan
Lalu kau turun dari mobil sedan merek para dewa
Bercelana jean ketat, merek keluaran dari awan awan
bidadari
Jemarimu usil, memainkan”iphone”
Kau sambungkan demi sebuah janji
Dengan Raden Arjuna ….pria metropolis
Jantungkupun lari dari rongga dadaku
Mengapa kau lari dari sudut hatimu
Mengapa tidak kau cabut kuncung Semar…
Atau kau booking penasehat “Sengkuni atau Sang Hyang Dorna”
Agar Bathari Supraba betah …bercengkerama dengan …
pematang yang rapi dan sejuk
menyemai benih padi..hingga memerah sapi di kandang
atau memetik sayur,
menyedu kopi dengan pemanis gula aren.
Apalah arti “Arjuna Wiwaha”,…kalau
ilalang kusam tidak
punya halaman
prosa di dalamnya
Sementara hijau Ilalang di kaki langit
Terkadang mampu
mengucurkan air tawar pelepas dahaga
Tapi apakah betul kau yang didepanku
Adalah Supraba, atau yang di “Manimantaka”
berkencan dengan Arjuna
Pria pujaanmu,….
Ataukah Ilalang hanya mampu memandangnya
Dan terselip dalam birama alam semesta.
(Semarang, 19 Nopember 2010).
Lusuh
Ketika
jemariku menghitung lisan dan lidahku
Seribu
sayap malaikat menaungiku
Menorehkan
hasrat agar hati
Tetap
di pinggir langit
Untuk
melihat mahkotaku
Ketika
dinding kamar mulai menghimputku
Warna
putih yang membumbung di penjuru
LangitMU
Telah
sesaat memberi sapa
Pada
hati yang lusuh penuh gundah
(Semarang, 11 Oktober 2011)
Ketika Aku Terjaga
Ada
sayatan hati yang selalu membekas
Ketika
aku mengais debu hingga ujung jalan
Aku
sendiri hingga terlena
Untuk
membasuh wajah
Dan
sekujur tubuhku yang dipingit
Bunga
liar, warna-warni tiada semerbak wewangi
Ada
juga sekilas heran
Ketika
petirpun hendak menyelinap
Menghangus
belahan di dada ini
Yang
berisi ilalang yang mengering pilu
Sebentar
ku hanyut dalam arah Sang Maha Luas
Ditepi
yang tak pernah berujung
Hingga
aku tautkan benang emas
Agar
aku merasakan keelokan pagi
Dan
burungpun bernyanyi
Lantas
hanya sebuah sujud yang tersisa
(Semarang, 11 Oktober 2011)
Pertemuan
Ketika
kaki yang penat dan telanjang mulai
berbicara
Pada
sekumpulan batu yang bergerigi
Sementara
pohon palmapun telah mengering
Sudah
tiada lagi rerimbunan untuk semayamkan
Setengah
nafasku, yang mengeringkan tenggorokan
Aku
hanya mendekat pada Yang Satu
Yang
berwajah tepat di titik pandang hidupku
Aku
panggil dengan sebuah nama
Sementara
gejolak ombak lautpun
Hendak
menerkam hati yang telanjang
Aku
hanya sekerat daging dan tulang
Yang
bernafaspun hanya karena IdzinMU
Lantas
bilamana telaga hidup
Sudah
tak aku hiraukan
Hanya
mesra dan larut di pelukMU
Untuk
kembali di balik jubah putihMU
(Semarang, 11 Oktober 2011)
Jiwaku
Akhirnya
tinggal satu
Yang
amat teduh
Bila
dibawah Sang Sejuk
Aku
hinggapkan
Panas
yang melegami tubuh
Keringat
yang membusukan kulit
Akhirnya
tinggal satu
Setelah
kulepas pakaian bersulam
Aroma
tembang padang
Hanya
ilalanglah temanku
Hanya
kemunafikan arahku
(Semarang, 11 Oktober 2011)
Aku Ingin Pulang
Terasa rindu memenuhi remang semua yang kupunya…
Di atap rumah berhias kanvas prosa
Telah ada bunga bakung yang menawarkan “tawar air dingin”
Aku ingin pulang…
Biar tiada lagi kota yang menepis....
Di atas vas hati, biar aku merasa tegar
Aku ingin pulang
Aku hanya sebersit buih tipis
Menghambur
Kala pelangi mencelup di bunga senja
Biarlah semua menantiku…(Semarang, 11 Oktober 2011)
Di atap rumah berhias kanvas prosa
Telah ada bunga bakung yang menawarkan “tawar air dingin”
Aku ingin pulang…
Biar tiada lagi kota yang menepis....
Di atas vas hati, biar aku merasa tegar
Aku ingin pulang
Aku hanya sebersit buih tipis
Menghambur
Kala pelangi mencelup di bunga senja
Biarlah semua menantiku…(Semarang, 11 Oktober 2011)
Langganan:
Postingan (Atom)