Aku
menuai bulir padi, dari segenggam..
relung
waktu, yang kokoh di buritan seribu “petir”.
Akupun
hanya punya naungan, pada lalu lalang,
Fatamorgana
berenda “semu”
Lantas,
hanyalah “pucuk daun palma”
Yang
mencoba menyingkap pekat malam.
Aku
bawa bingkai hati
Untuk
menerjang semua yang tergambar di langit
“jangan”
mencibirkan goresan takdirku
Akan
aku bawa ke dongeng anak anak,
Yang
berseloroh tentang sebah guratan
Aku
batas langitmu,
Lantas
hanya “mampu ku lihat” engkau...
Yang
terselip di tirai tipis berbenang emas.
Dengan
cara apa sebuah “lakon hidup”
Dapat
aku tempuh, menelisik asa dari apa yang
aku
tak tahu, di batas langitmu.
Sudah
tiada lagi pagar bambum tempat sejuk
Untuk
aku dan kau, bertanam semai
Jarum
waktu hanya mengerling wajahnya
Sepi
.....(Semarang, 1
desember 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar