Senin, 19 November 2012

Di Tengah Kegalauan Hati



Di Mana Kita Temui TUHAN

Dengan kokoh kita ikatkan,
Keranjang penuh harap yang melilit di tepi
tak berbatas…..
gumpalan debu yang angkuh
berseloroh menelikung batu karang.
Tak  kita dengar lagi….
Kibasan kain sutera putih
Bertepi  nyanyian jiwa penuh kesyahduan

Kedua tangan kita sudah cukup memar
Asapun membelenggu hingga ……
memenuhi empat penjuru asal angin
Namun mengapa tak terlihat
pelabuhan penuh atap-atap harap
akupun bersimpuh..
Kemana kita temukan Tuhan

September 18 ,2010
Parcel Doa

Jangan pernah bermimpi
Akan taman bunga setaman
Yang berkelopak warna jingga
Dijinjing tangkai berwarna merah,
ketika  kita mewarnai pagar taman
dengan cat warna merah membara

Jangan pernah berharap
Bila kita dengan mudah menjangkau,
tepi taman, dengan mata meredup
Bila pematang yang melintangi
Berkelok tak melekat pada sang arah

Mari kita kemas
Hiasan hari dalam hidup
Berupa tutup kembang wewangian
Beralas kayu “tak lekang” di makan jaman
Dalam wadah terselubung dalam dada
Yang kokoh
September, 18 , 2010

Berkait Angin

Pagi berselimut kabut
Kuning mentari tiada menolong lagi
Burung memilih mengeringkan sayapnya
Pohon terpagut rindu
Nyanyian sang burung
Pergi mencari sarangnya
Tak kembali

Langkah gontai
Dari kaki beralas kulit menghitam
Bahu meluruh
Memburu harap

Membendung angin,
yang datang dari tengah langit
kaitpun terpasang kokoh
terbawa hingga senjanya jaman
gubug kita kembali sunyi

September , 18, 2010

Di Ladang Bertanam Fatamorgana

Kala aku ceritakan, tentang tanaman jagung kuning
Menebar seluruh ladang
Engkau tertawa ringan
Menebar harap agar mampu merengkuh pagi

Ketika mentimun hijau menggantung,… kuceritakan
Engkaupun sambut dengan pelukan kedamaian
Lantaran ulat rakus telah menjauh
Membidik dengan matanya yang tajam
Dari balik ilalang

Kupu kupu warna warni memilih
Memadu cinta dengan terang siang hari
Hingga………
Wajah senja penuh awan gelap
Kitapun segera menjinjing doa
Agar tiada lagi debu jaman
Yang bergulir menelan gubug kita
Aku selipkan dalam dinding bambu
Yang tiada seberapa kuatnya

September, 18, 2010
Menerjang Batas

Tidak seberapa luasnya bilik
Yang kita huni…
Berlampu pelita dari minyak
ketabahan hati
Nyala api yang tiada mampu
Melihat jaman

Aku bercengkerama
Menimang “hati yang liar”
Tiada mampu lagi
Menegakan cermin yang lusuh
Tergolek di lantai tanah

Bahu telah penat mengusung
Untaian jaman penuh kata munafik
Tentunya lebih baik aku akrabi
Kenisbian yang sanggup
Melemparkan bayang pada tepi senja

Aku kabarkan pada batas yang tak jelas
Bertabir pekikan dari durjana
Yang menghitami hati dengan kubangan lumpur
Di ujung nafas yang kian bersurut
Kini awan senja menjemput
Menukikan kisah yang
tak ada dalam guratan tangan.
Sepi ………

September,18,2010
Bulan Bertafakur

Indah ..
Membahana ke tiap sudut hati
Remang malampun menyingkir
Lantaran takut dengan lidah bulan
Yang basah menyodorkan kekaguman
Pada SANG KHALIQ
Akupun bersandar pada bulan

September 18, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar