Senin, 19 November 2012

Kuadukan Pada Ibu



Tak pernah aku ceritakan kembali, tentang kebenaran cerita Ibu,
Kala aku kecl di halaman depan berayun pada ayunan akar rotan….
“Alam juga bisa marah, anaku !”
Tapi mana aku tahu, sedangkan kembag gula di kulum mulutku
Memberikan warna sejuta buah…dan lautan imajinasiku tentang
betapa gagahnya presiden kita, yang menyelipkan tongkat kharismanya
berpeci hitam sekokoh Bukit Barisan.

Aku terperangah, seakan puncak Semeru dan Jaya Wijaya
Menjadi teman karibnya
Seakan “Archipelago” adalah benar berbenah
Untuk mandi sang bidadari di “Suralaya”
Dan dewa dewa “Sworgaloka”  berkenan sejenak singgah
Menata dandanan yang ketat dan melelahkan

Tapi benar kau Ibuku !.
Alam  layaknya sejuta serigala bertaring tajam
Dengan kuku hitamnya hendak mencabik, kawanan Ilalang
Tak berarti…….
Tak memiliki tulang yang kokoh
Hanya kaki dan lengan melegam, berselingkuh dengan sang surya
Yang sedang menghalau hama padi yang menguning
Namun bernoktah hitam dari kemaksiatan jaman

Ibuku, biarlah aku semai do’a di sawah kita
Tempat kau menyiangi ketulusan hati
Tempat kau menebar benih benih kepedulian
Pada setiap lekuk sungai yang bening

Ibu, ajari aku menguntai puisi
mengenal alam dengan prosa prosanya
Yang kini menakutkan
Biarkan aku bergelut dengan peluhku sendiri
Asalkan aku dikencani alam
Untuk bergayutku pada ujung hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar