Pada emaku di kampung,
Aku kabarkan sebuah “nyanyi rindu” pada untaian
bulu-bulu merpati
Yang menjagakan tiap tidurku
Masih ada kawanan merpati yang menghitung awan, demi
sebuah isarat
menepis warna- warni “asap ego” milik bumi, yang menyesakan dadanya
membelit sumsum tulangnya, sehingga atmofer tak lagi
sejuk.
Setelah hantu malam memburu dan berhasrat
menerkamnya.
Merpati kini meletakan sayapnya,pada gulungan mega
jingga,beralas
kain peraduan biru,
hingga mampu menjaga bulir padi
yang menguning
dan membasuhnya dengan kabut tipis putih cemerlang
hingga sang padi mampu berotot kokoh.
Satu dua benua, ia arungi demi rerimbunan semak yang
sejuk
Nafasnya kini mampu mengarungi angin darat, kala sang
nelayan melaut
Menyemai ikan tuna, cakalang dan sembilang, demi
dinding perutnya
Seberkas angin pasat menjenguk, dalam hitungan hari.
Hingga bulu-bulunya mengusut dan melegam, namun
tetap
sebuah senyum menghidangkan teh hangat dan panganan
anak desa,dari tepung terigu dan bumbu-bumbu desa.
Merpati itupun sesekali hinggap di buritan kapal
menjulang
Semakin dekat jaraknya dengan fatamorgana langit
biru,
Hingga sang elangpun menegurnya dengan suara lantang
“Jauhi langit yang
akan meretkn sayapmu, sesekali biar saja langit
Berawan hitam prahara”
Namun kedua paruhnya masih mengusung senyuman pada
awan
yang menawanya dan memberi bingkisan sebah senja.
Merpati tak nanar lagi, debu-debu gilanya jaman yang
mengusamkan sayap
Telah dibenahi dengan seonggok ikatan mesra dan ‘nyanyian
jiwa”
Yang ditaukan pada kokohnya cakrawala setiap penjuru..
Sang merpati menggapainya untuk menyusun siang hari dan
membenahi selimut malam dari kain beludru biru.
Sebuah air kesejukan telah membasahi dinding
tenggorokanya
Merpati
itupun telah jera menyentuh langit, atau terhempas beliung
Yang membarakan jiwanya dalam batas pandang meradang
pilu
Lebih baik merpati itu, menyusun daun-daun yang
bersyahwat dengan debu
Lantas dianyam dengan peduli dan tangan dingin demi
perhelatan pagi hari dengan derkuku dan nuri.
Selamat menyentuh kesejukan sesejuk air mawar
Demi pagi yang tergambar di pelupuk mata
Semarang, 12 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar